Labels

Minggu, 22 Maret 2015

SUKSES?

       Apa itu sukses? Pertanyaan ini selalu menjadi sebuah topik hangat, baik dari kalangan muda maupun tua. Aku pun masih dalam pencarian dari arti pertanyaan ini. Lalu nanti apakah aku akan mendapatkannya atau tidak aku tak tahu. Mungkin jawaban yang akan ku peroleh akan berbeda dengan kalian. Kurasa besar sekali kemungkinan bahwa setiap orang akan menemukan jawaban yang berbeda. So ... dari hal tersebut sebenarnya kita sudah dapat menyimpulkan bahwa tak ada jawaban yang statis dari sukses itu, juga tak ada jawaban yang pasti.

      Jika sukses adalah mempunyai uang yang banyak, dalam ukuran kita orang Indonesia mungkin sekitar milyaran uang yang tak habis buat belanja keperluan, uang yang bisa dipakai untuk bermewah-mewahan, uang yang bisa dipakai untuk pengobatan, maka aku tak inginkan itu, rasanya bukan seperti aku sok atau apa, namun saja uang tak cukup untuk membuatku tergila-gila pada mereka. Biasanya uang dan jabatan/kekuasaan selalu berbanding lurus. Banyak uang bisa jadi mempermudah memperoleh kekuasaan, dan sebaliknya, maka apakah aku juga tertarik dengan kekuasaan? Mungkin iya sih, sedikit. Mempunyai kekuasaan bisa jadi membuat kita disegani dan dihormati, walaupun itu bisa saja hanya sebuah topeng dari mereka. Mempunyai kekuasaan juga bisa menjadi alat untuk mencapai tujuan-tujuan kita yang sebenarnya, ah, mungkin uang juga. Jika dipikir-pikir lagi, uang dan kekuasaan itu seharusnya hanyalah sebuah alat, bukan tujuan. Alat untuk mencapai tujuan-tujuan kita yang lebih aneh, lebih absurd, lebih memiliki rasa, lebih ke rohani, mungkin sesuatu-sesuatu yang tidak bisa dilihat, ataupun didengar.

      Seringkali kita mendengar atau membaca, bahwa untuk mencapai sebuah kesuksesan kita harus keluar dari zona nyaman kita. Kubertanya, apakah salah berada dalam zona nyaman?

      Aku memiliki seorang sahabat yang sudah lama ku kenal. Dia selalu terlihat bahagia di mataku. Dia selalu merasa nyaman terhadap hidupnya. Dia selalu merasa tak perlu berubah. Aku pun terkadang merasa iri dengannya. Lalu apakah inti dari ini? Kupikir orang-orang yang merasa nyaman dengan hidup yang mereka jalani adalah orang-orang yang sukses. Sahabatku itu dimata orang-orang lain, kecuali ibunya, adalah orang yang tertutup, orang yang tidak mau bergaul terhadap dunia yang penuh sesak dengan senyum kebohongan Seringkali orang-orang mencemoohnya, mencibirnya, namun kulihat bahwa dia tak mau ambil pusing. Dia selalu tersenyum dengan jalan yang diambilnya, cara-caranya menikmati hidup sangat sukar dinilai sebagai sebuah kesuksesan. Ah apakah itu kesuksesan pikirku? Kadang-kadang aku pergi menjumpainya dirumahnya. Tidak pernah sekalipun saat aku mengobrol dengannya terucap kalimat-kalimat mengeluh, ataupun kalimat-kalimat iri terhadap kehidupan orang lain, ataupun kalimat-kalimat sombong akan pencapaian, kepemilikan harta benda, dsb. Semuanya hanya kesederhanaan dalam berpikir dan hidup. Ada pada suatu malam, aku berkata kepadanya,"Kira-kira bagaimana ya rupa langit di kota-kota besar?" lalu dia menjawab, "Tak usahlah ke kota-kota besar, lebih baik di kampung halaman sendiri, tenang dan nyaman". Lalu aku berpikir. Ada benarnya juga. Buat apa mencari kebahagiaan yang sebenarnya sudah kita miliki. Namun begitu, tetap saja aku ingin melihat seperti apa langit malam dikota-kota besar pikirku saat itu.

      Sukses tak bisa dilepaskan dengan bahagia. Bahagia adalah sukses bagi diri sendiri, entah dimata orang lain. Sukses bisa jadi hanya apa-apa yang terlihat oleh orang lain, sementara diri sendiri, hati nurani berkata bahwa kita tak bahagia. Jangan kau kira mereka-mereka yang berbaju parlente, bermobil bagus, dengan kesibukan yang terlihat berkelas, adalah orang-orang yang sejatinya bahagia. Kebanyakan orang-orang yang seperti ini yang kukenal, ada beberapa, mereka memang memiliki uang, dan kekuasaan, namun apa yang kulihat dari mereka hanyalah kekosongan, entahlah, mungkin karena mereka memiliki hutang yang melebihi kekayaan mereka sehingga begitu getirnya mengejar uang. Hutang yang melebihi kekayaan mereka? Iya, bahkan bisa jadi kita atau mereka-mereka yang hidup biasa-biasa saja saat ini lebih kaya dari mereka. Tapi setiap hal selalu ada sisi baik dan buruknya. Banyak hal yang dapat kita ambil pelajarannya dari mereka-mereka, kaum borjuis, baik yang kita kenal secara langsung maupun tidak. Mereka memiliki power, tak bisa kupungkiri hal itu. Walaupun power itu hanya bersifat satu sisi, atau seperti diktator, atau apa, namun tetap saja itu sesuatu yang bisa membuatku kagum. Bagaimana mereka memiliki kharisma yang luar biasa, hal-hal semacam selalu itu membuatku kagum. Tidak semua dari mereka-mereka (kapitalis) hanya mementingkan uang. Ada juga mereka yang memperhatikan keluarga mereka, mereka yang masih bisa meluangkan waktu untuk berbagi rasa, mencoba berbahagia. Mungkin ini yang dinamakan keseimbangan. Namun ada pula yang tidak, yang sepanjang waktunya dihabiskan dengan bekerja, mengejar uang, berusaha melunasi hutang mungkin, tak ada lagi waktu menjawab permintaan-permintaan kecil si anak. Namun terlepas dari uang yang mereka cari yang entah berapa targetnya, saat tubuh sakit, saat penyakit menggerogoti mereka, atau orang-orang yang berharga mereka miliki, semua uang tersebut akan sangat mudah mereka habiskan, bahkan mungkin tidak akan cukup, untuk mengembalikan kesehatan yang pernah mereka miliki. 1 : 1. Semua uang yang dikumpulkan hilang dalam sekejap, bahkan mungkin kembali berhutang. Cukup satu saja padahal yang direnggut. Oh lalu apa gunanya mengejar uang selama ini?

      Bagi mereka kaum borjuis, para pemilik modal, kesuksesan adalah uang dan kekuasaan. Namun bagi kaum proletar hingga kaum menengah, pekerjaan yang bagus adalah kesuksesan. Sekolah yang tinggi adalah untuk pekerjaan yang bagus. Kira-kira begitulah mindsetnya. Aku juga seringkali diceramahi oleh ibuku, "sampai kapan kamu mau sekolah, sudah bertahun-tahun tak selesai-selesai, lihat si-anu dan si-anu, mereka sudah bekerja disini dan disini, sebagai ini dan sebagai ini, cepatlah lulus, nanti kalau ada penerimaan PNS ikut." lalu aku hanya bisa diam. Aku tak berani menjawab. Bukan karena apa-apa. Cukuplah alasan untuk diam karena dia adalah ibuku. Ah sederhana sekali pemikiran orang tua ku ini. Tak apa. Kurasa pendapatnya tadi mencerminkan pendapat orang-orang Indonesia pada umumnya, setidaknya sudah menjadi pengetahuan umum bahwa menjadi PNS adalah pekerjaan favorit. Sungguh jika pemimpin negeri ini tahu, sebenarnya masyarakat Indonesia ini tidak muluk-muluk dalam hidup. Mereka hanya ingin hidup tenang. Kebutuhan dasar bisa diperoleh dengan sedikit usaha. Bisa berobat dengan mudah saat sakit.

      Selain tipe-tipe kesuksesan di atas, kesuksesan bagi kaum kapitalis, proletar dan menengah, ada satu jenis tipe kesuksesan yang menurutku tipe paling orisinal, tak terdefinisi, tak berstandar, dan bebas. Orang-orang yang mengubah dunia. Orang-orang yang ditampilkan dalam buku "100 orang yang paling berpengaruh dalam sejarah" karya Michael Hart. Itulah mereka. Sebagian dari mereka adalah para penemu, para spiritualis, para seniman, para pemikir dan sebagian lain adalah pendobrak dan para pemimpin yang tak terhapuskan dalam sejarah. Sebagai contoh dari satu hal yang kusukai. Musik. Maka kalian akan menemukan Beethoven, Basch. Beethoven dengan tulinya dimasa keemasan bermusiknya, dan Basch yang karyanya tidak dihargai sebelum dia minggat dari dunia ini (juga mirip kisah pelukis yang terkenal itu, Van Gogh). Kita juga bisa menemukan para pemimpin dunia sepeti Hitler. Apa kau bilang? Bisa-bisanya kau menyebut nama itu. Yah memang terlepas dari kebencian dunia terhadap dirinya, tetap saja dia adalah sosok yang tak bisa dilupakan, bahkan mungkin diam-diam sampai sekarang pun masih ada pemujanya. Berawal dari sosok yang biasa-biasa saja, bisa-bisa orang ini mencanangkan sebuah keagungan ras terhadap dunia. Dan dia hampir berhasil. Lalu apa hubungan mereka-mereka ini dengan masa sekarang. Apa hubungan mereka dengan diri kita? Apa hubungan mereka dengan kesuksesan yang kusebutkan tadi? Kesuksesan yang orisinil. Mereka-mereka ini, mungkin hampir mirip dengan sahabatku yang kusebutkan di awal-awal tulisan ini. Mereka adalah orang-orang yang tak terpengaruh dengan uang dan kekuasaan. Iya, sebagian dari mereka-mereka memang adalah seorang pemimpin yang tentu saja memiliki kekuasaan, namun kekuasaan yang mereka miliki bukanlah sebuah tujuan, melainkan hanya alat. Sebagian dari kita sekarang, kekuasaan selalu dikaitakan dengan uang. Lihat saja pemimpin-pemimpin (baca: penguasa) Indonesia ini yang getol akan korupsi. Apalagi kalau bukan uang. Kekuasaan yang bagi mereka adalah untuk uang, dan bagi para kapitalis yang haus akan kekuasaan, uang menjadi alat untuk merebut kekuasaan. Sudah banyak terjadi sekarang. Tak adakah yang menggunakan alat-alat itu untuk hal lain. Hal yang lebih gila. Seperti Hitler, Genghis Khan, N. Bonaparte, dengan usaha-usaha mereka menaklukkan dunia. Oh mereka luar biasa sekali. Atau mungkin saja Muhammad, mahluk terbaik itu, satu-satunya manusia yang sukses dalam hal politik (kekuasan) juga dalam hal spiritual. Bagi kita, yang dalam pemikiran masih tak jauh beda dengan masyarakat kebanyakan. Dengan orang tua kita. Hidup bercukupan adalah kebahagian. Pekerjaan yang bagus, dll.
      Kurasa selain dari kesuksesan yang sifatnya biasa, atau umum, kita juga harus memiliki kesuksesan versi kita sendiri yang gila, yang keluar dari mindset orang banyak Kesuksesan yang diam-diam kita simpan dalam-dalam. Walaupun hanya berupa berpijaknya kaki di tanah mimpi. Atau menjadi pencipta mimpi bagi orang lain. Penulis musik. Penemu. Apa saja, yang penting keluar dari hal yang berbau uang dan kekuasaan. Sukses kita sendiri, tak peduli orang lain.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DJPKTN BLOG WRITING COMPETITION 2016