Labels

Kamis, 30 April 2015

Sedikit Usaha untuk Hidup


      Seringkali, atau mungkin kadangkala, kita meresa tertekan, kita meresa sedih, kita merasa depresi akan hidup kita. Perasaan seperti tidak memiliki tujuan, tidak memiliki mimpi. Perasaan semacam ini bisa jadi kita sadari sepenuhnya, namun bisa juga tidak kita sadari sama sekali. Perasaan yang bisa membunuh hidupmu, hidup kita, bahkan tanpa kita sadari. Akupun begitu, kadangkala aku merasa kosong, kau tahu, hampa, ya, perasaan semacam itu. Perasaan yang bisa membunuhmu, peruntunganmu, dan seluruh hidupmu.

      Hidup memang begitu ya, tidak seperti detak jantung yang stabil. Hidup lebih seperti irama yang tidak beraturan. Irama hidup di suatu waktu bisa jadi sangat indah, mengalun dengan merdu, seperti nada-nada tinggi suara trumpet. Hidup juga pada suatu waktu bisa sangat datar, tak ada bunyi sama sekali, kosong, sepi.

      Sejujurnya aku tak begitu tahu apakah hidup yang bergelombang ataukah yang datar yang lebih baik. Ada orang-orang yang memiliki hidup yang datar-datar saja, namun mereka terlihat bahagia, sekali lagi cuma terlihat. Ada juga orang-orang yang memiliki hidup yang ramai, dan mereka juga terlihat bahagia, sekali lagi cuma terlihat.

      Mempunyai mimpi memanglah hal yang luar biasa, sungguh luar biasa, namun tidak semua orang memiliki mimpi. Benarkan? Lebih realistis jika dikatakan bahkan sebagian besar manusia dimuka bumi ini adalah orang-orang yang tidak memiliki mimpi. Mereka yang hidup biasa-biasa saja. Mereka yang bekerja untuk makan, untuk hidup. Mereka yang lahir, tumbuh, sekolah, cinta, menikah, memiliki anak, lalu mati. Mereka yang hanya butuh hidup yang berkecukupan. Kebanyakan seperti itu bukan? Lalu bagaimana bagi mereka selain orang-orang itu? Mereka, atau mungkin kita yang termasuk golongan itu, para pimimpi, para pemikir, yang tidak bisa hidup dengan cara konvensional semacam itu.

    Ada beberapa cara yang ku pelajari dari beberapa buku untuk mereka, kita yang termasuk golongan ini.

      Jika kita tidak memiliki mimpi, atau mungkin bahkan sebuah tujuan, dalam hidup, maka kecilkan ukurannya, coba kita pikirkan hal-hal apa saja yang kita sukai, bahkan hal kecil sekalipun sangat berharga. Hal-hal itu bisa kuberi contoh seperti membaca, menonton televisi, mendengarkan musik, atau bahkan memainkannya, keluar nongkrong bersama teman, atau apa saja. Temukan itu. Tandai! Lalu lakukan lebih sering, hal-hal itu, yang kau sukai. Sangat mengesankan jika hal-hal yang kau sukai merupakan hal-hal yang lebih bernilai, dalam artian lebih bermanfaat, seperti menulis, menggambar, bermusik, traveling, dan hal-hal semacam itu, seperti yang kulakukan sekarang ini, menulis, adalah hal yang kusukai, lakukan lebih sering, sesering mungkin.

      Kita bisa membedakan hal-hal yang kita sukai dengan yang biasa-biasa saja, atau dengan yang tidak kita sukai dengan sangat mudah. Kita hanya bisa merasakannya. Ada desir dalam aliran darah kita saat kita bahkan baru membayangkan hal yang kita sukai tersebut. Ada suatu kesenangan dalam melakukannya, tanpa beban sedikitpun, tanpa paksaan sedikitpun. Rasa lelah setelah melakukan hal-hal yang kita sukai tersebut tak lebih dari romantisme yang sedikit pahit. Lakukan hal-hal seperti ini sesering mungkin. Perlahan singkirkan hal-hal biasa yang kita lakukan, atau bahkan hal-hal yang tidak kita sukai. Perlahan saja. Hal ini memang tidak langsung mengena pada hal-hal yang lebih spesifik, namun paling tidak, melakukan hal-hal seperti itu dapat membuka jalan bagi sesuatu yang lebih besar.

      Aku bisa menulis seperti ini, namun jika ada suatu pertanyaan, bagaimana jika hal yang tidak kita sukai tersebut adalah suatu kewajiban. Seorang ayah yang menghasilkan uang dari pekerjaan yang tidak disukainya demi keluarganya. Seorang siswa yang harus menyelesaikan kuliah yang bahkan dia tidak mengerti sama sekali. Bahkan mungkin, seorang wanita yang menikahi laki-laki yang tidak dicintainya karena keterpaksaan. Bagaimana?

      Ada dua cara, terserah kalian mau memilih yang mana. Cara yang pertama adalah menerima. Pernahkan kita melihat mereka-mereka yang hidupnya berupa rutinitas yang tidak terlihat mengasikkan. Bekerja sebagai buruh misalnya, melakukan sesuatu yang sama setiap hari, seperti robot, namun herannya kalian tetap bisa menyaksikan senyuman indah dari bibir mereka, kalian masih bisa mendengar canda tawa mereka. Itulah menerima. Ikhlas. Syukur. Itulah cara yang pertama.

      Cara yang kedua adalah berontak, hijrah. Berontak adalah suatu keputusan yang sangat sulit. Berhenti dari pekerjaan yang telah dilakukan puluhan tahun misalnya, atau memutuskan bercerai dari pasangan yang telah dinikahi bertahun-tahun dalam ketidakbahagiaan, atau berhenti kuliah untuk melakukan hal yang lain, atau tanpa alasan apapun. Berontak memang hal yang sulit, namun hasil yang akan diperoleh setelahnya bisa jadi sangat setimpal. Perlukah kuberikan contoh orang-orang terkenal dalam hal ini? Kurasa tidak perlu. Kalian sudah tahu siapa-siapa saja mereka.

... tsuzuku.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DJPKTN BLOG WRITING COMPETITION 2016