Labels

Minggu, 30 Agustus 2015

Sakit Dalam Keterasingan

      Keterasingan adalah keadaan dimana kita merasa berbeda dengan orang-orang di sekeliling kita. Keterasingan yang saya maksud di sini bukanlah hal yang meyangkut fisik atau hal yang kasat mata. Keterasingan di sini adalah berupa keadaan emosional seseorang oleh karena idealisme yang diambilnya. Sendiri dalam keramaian, juga kadang terpaksa mengikuti kebanyakan, atau berusaha sekuat tenaga untuk tersenyum penuh kepalsuan. 

      Dalam hal pilihan hidup, jalan yang kita ambil, baik itu dalam hal agama, pendidikan maupun politik menjadi sangat riskan terhadap pandangan-pandangan orang lain. Kita memilih jalan yang sedikit saja berbeda bisa langsung dicap aneh, ekstrimis, fanatik, dan sebagainya. 

      Keadaan akan sedikit membaik jika kita menemukan teman seperjuangan, orang-orang yang memiliki visi yang sama dengan kita. Mereka ini adalah penyokong kita, orang-orang yang harus dihargai. Pilihan hidup yang membuat kita diasingkan kadang berasal dari orang-orang terdekat kita sendiri. Keluarga yang tak cukup pendidikan, jarang membaca, sering menonton TV. Habis sudah otak mereka, pikiran yang sudah dikendalikan oleh TV itu seperti ternak yang sudah dicolok hidungnya, tak bisa kemana lagi, harus patuh terhadap si pengembala. Sakit memang saat keluarga adalah hal yang diharapkan untuk menjadi pendukung pilihan yang kita ambil, malah menjadi pencibir. Tak usah sedih, walau sakit itu nyata sekali pun. Rasa sakit itu sementara, yakin saja. 

      Perlulah kita belajar sedikit dari sejarah para rasul. Nuh dengan istri dan anaknya yang tak mau mendengar, juga dengan Luth yang istrinya mengingkarinya. Semua akan berkesudahan dimana pilihan yang baik akan menang. Namun tentu saja baik atau buruk pilihan yang membuat kita menjadi terasing itu relatif. Terlepas dari benar atau salah, baik atau buruk, ada baiknya kita tetap berjuang, tetap berpegang teguh terhadap pilihan yang kita ambil. Pada akhirnya tentu saja akan terbukti, apakah perjuangan kita sia-sia atau tidak.
      
      Ada dua kemungkinan dengan kondisi yang kita alami. Kemungkinan pertama adalah kita kalah. Kita menyerah dengan keadaan, lalu ikut arus, menjadi orang lain. Kemungkinan kedua adalah kita tetap berada di jalan yang kita perjuangkan, jalan yang dianggap remeh oleh orang-orang itu, jalan yang fanatik itu. Apa pun pilihan yang kita ambil ada baik buruknya, namun  saya sendiri lebih menganjurkan pilihan yang kedua. Ada pepatah lama, merdeka atau mati.

      Kabar baik untuk mereka yang terasingkan. Mereka adalah orang-orang kuat. Lihat saja Galilei dengan keterasingannya dari gereja. Muhammad dengan keterasingannya dari penduduk Mekah. Tan Malaka yang dibuang kesana-kemari seakan tak ada habisnya dikucilkan. Ada pun mereka adalah orang-orang yang kuat. Keterasingan membuat seseorang kuat, bermental besi baja. Setimpal bukan? Maka janganlah kita bersedih hati.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DJPKTN BLOG WRITING COMPETITION 2016